Williams dan Schnaps (1999)
mendefinisikan pengajaran karakter sebagai usaha yang dijalankan oleh personel
sekolah, orang tua, dan member masyarakat untuk menolong si kecil-si kecil dan
remaja supaya mempunyai simpati, pendirian, dan tanggung jawab. Sementara itu,
tiap negara mempunyai perbedaan tradisi yang berdampak kepada metode dan esensi
penyampaian skor positif ini. Simak review berikut untuk penjelasan lebih
lanjut.
Pengajaran Karakter di Jepang
Salah satu negara di Asia Timur
ini menekankan skor bahwa tiap manusia mesti bermanfaat bagi masyarakat, tak
merugikan orang lain, mengenal metode berinteraksi, memahami emosional lawan
bicara, menekan sifat egois, ingin berprofesi sama, disiplin, dan tertib.
Karenanya, tak heran masyarakat di negara ini terkanal sungguh-sungguh disiplin
dan mempunyai etos kerja yang tinggi.
Lalu, bagaimana metode
pemakaiannya di sekolah? Sebagian kesibukan lazim yang umum dijalankan di
Jepang dalam membangun karakter siswanya di antaranya dengan merekatkan ucapan terima beri pada sahabat di
media berbentuk hati, membikin karya berupa peta suatu rute lalu menuliskan
semacam peringatan ketika melalui jalan hal yang demikian, melaksanakan piket
membersihkan kelas serta mengurus makan siang cocok jadwal, mengajar siswa
supaya memiliki sasaran tiap semester, menulis koran dengan tangan, sampai
menumbuhkan simpati melewati gambar yang kemudian ditindaklanjuti oleh sang
guru dengan bertanya bagaimana saat mereka berada di keadaan hal yang demikian.
Dengan memakai skor-skor hal yang
demikian di sekolah, masyarakat Jepang mempunyai pemahaman dan metode pandang
yang kuat seputar kesopanan, kecerdasan, dan etos kerja. Tidak heran seandainya
Jepang menjadi salah satu negara dengan mutu pengajaran terbaik.
Pengajaran Karakter di Belanda
Negara kincir angin ini lebih
memandang siswa sebagai sentra perhatian di sekolah diperbandingkan bidang
studi yang dipelajari. Itu sebabnya, materi pembelajaran tak ditentukan untuk
satu tahun ajaran, sehingga tak ada yang akan tinggal kelas.
Sekolah di Belanda mengajari
bidang studi yang tak diujikan dalam ujian formal, di antaranya ilmu-ilmu
sosial (maatschaapijleer) seperti pengajaran karakter, materi seputar rumah dan
lingkungan, kerja dan waktu lowong, negara dan masyarakat, teknologi dan
masyarakat, serta relasi internasional. Penyampaian materi ini diinginkan
menjadi bekal siswa dalam menjalani kehidupan sebagai manusia terdidik.
Skor yang berkeinginan
dikedepankan negara ini malahan pada alhasil akan memberikan pengertian bahwa
penentu masa depan bukan cuma bersumber pada ijazah, namun pengalaman.
Pengajaran Karakter di Denmark
Denmark merupakan negara yang
mengedepankan aspek individualisme, melainkan konsisten menanamkan metode hidup
secara berkelompok. Setelah ini ternyata dari penempatan siswa dalam kelas yang
sama selama sembilan tahun pertama menimba ilmu. Selama jangka waktu ini,
mereka cuma diajari sejarah bangsa, geografi, pengajaran agama Kristen, dan
bahasa. Tetapi itu, barulah guru memberikan mata pembelajaran kontemporer
dengan membahas situasi sulit tertentu.
Siswa di Denmark dilatih untuk
membikin keputusan dan bertanggungjawab. Oleh sebab itu, OSIS dan pengurus
kelas mempunyai kekuasaan besar dalam hal demokrasi. Pendidikan, supaya
pengerjaan ini berjalan lancar, guru, kepala sekolah, dan perwakilan orang tua
juga mempunyai andil yang cukup seginifikan.
Pengajaran Karakter di Jerman
Ada enam skor positif yang
diajari di sekolah-sekolah Jerman, yakni kejujuran, toleransi, kedisiplinan,
gemar membaca, peduli lingkungan, dan tanggung jawab. Adapun tujuan melatih
siswa untuk mempunyai sikap-sikap hal yang demikian merupakan supaya mereka
kapabel bermasyarakat dan menempatkan diri dengan bagus.
Enam skor positif di atas
mempunyai kesamaan dengan capaian sikap yang ada dalam kurikulum 2013,
melainkan metode pendidikan di Indonesia ini terdiri dari 16 nilai. Sedangkan
bertujuan sama seperti di sekolah Jerman, delapan lainnya mengedepankan
ketataan beragama dan cinta tanah air.
Itulah metode penerapan dan
esensi pengajaran karakter di sebagian negara. Selain berbeda-beda, mereka
sama-sama mempunyai tujuan supaya siswa bisa bermasyarakat dengan bagus, cocok
skor tertentu yang diutamakan. Sedangkan di sekolah, peran orang tua dan
lingkungan sekitar juga berperan dalam mengembangkan capaian ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar